Eksistensi Remaja dalam Meningkatkan Pemahaman Kesehatan Reproduksi Melalui Peran Aktif Konseling

Sehat adalah keadaan sejahtera seutuhnya baik secara fisik, jiwa maupun sosial, bukan hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan.1 Remaja merupakan kelompok masyarakat yang hampir selalu diasumsikan dalam keadaan sehat. Padahal banyak remaja yang meninggal sebelum waktunya akibat kecelakaan, percobaan bunuh diri, kekerasan, kehamilan yang mengalami komplikasi dan penyakit lainnya yang sebenarnya bisa dicegah atau diobati. Banyak juga penyakit serius akibat perilaku yang dimulai sejak masa remaja contohnya merokok, penyakit menular seksual, penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV-AIDS), kurang gizi, dan kurang berolahraga. Semua ini, yang akan mencetuskan penyakit atau kematian pada usia muda. 

Masa remaja menghadirkan begitu banyak tantangan, karena banyaknya perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan fisik, biologis, psikologis, dan juga sosial. Proses-proses perubahan penting akan terjadi dalam diri anak muda jika perubahan-perubahan ini mampu dihadapi secara adaptif dan dengan sukses. Ketika seorang anak muda tidak mampu berhadapan dan mengatasi tantangan perubahan ini secara sukses, akan muncul berbagai konsekuensi psikologis, emosional, dan behavioral yang merugikan.2 Remaja yang mengalami gangguan kesehatan berupaya untuk melakukan reaksi menarik diri karena alasan-alasan tersebut. Pencegahan terhadap terjadinya gangguan kesehatan pada remaja memerlukan pengertian dan perhatian dari lingkungan baik orang tua, guru, teman sebayanya, dan juga pihak terkait agar mereka dapat melalui masa transisi dari kanak menjadi dewasa dengan baik. 

Perkembangan kesehatan reproduksi remaja dalam suatu masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor terutama faktor sosial. Masuknya kebudayaan yang merubah tata nilai, antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi misal penggunaan internet dan handphone yang tidak bertanggung jawab. Sifat remaja yang selalu ingin mencoba hal baru turut andil dalam meningkatkan kemampuan budaya ini. Dalam proses perkembangannya memiliki variasi remaja dalam menyikapi kemajuan teknologi ini. Ada yang bertanggung jawab dan ada pula yang sebaliknya. Pada kegiatan yang tidak bertanggung jawab akan melahirkan dampak negatif social yang cukup mengkhawatirkan. 

Berkaitan dengan sudut pandang kesehatan, tindakan yang tidak bertanggung jawab yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (adolescent unwanted pregnancy) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional.

Untuk dapat menghindari dan mengatasi permasalahan seksualitas, seseorang memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Namun hal yang lebih penting ialah kesadaran diri dari seseorang untuk mengenali dan mengatasi masalah yang dihadapi. Pada berbagai konsekuensi inilah, konseling bisa sangat berguna dalam mengatasinya. Konselor yang akan membantu membimbing anak muda untuk menemukan cara-cara baru untuk meneruskan beradaptasi di sepanjang perjalanan perkembangan diri yang harus dilaluinya. 

A. Remaja Bagian dari Pemuda 

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Kata remaja diterjemahkan dalam bahasa inggris adolescende atau adoleceré (bahasa latin) yang berarti tumbuh atau tumbuh untuk masak, menjadi dewasa. Dalam pemakaiannya istilah remaja dengan adolescent disamakan. Adolescent maupun remaja menggambarkan seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, di mana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.

Menurut Hurlock (1964) masa remaja ada dua, remaja awal (12/13 th – 17/18 th), dan remaja akhir (17/18 th – 21/22 th). WHO menyatakan walaupun definisi remaja utamanya didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, namun batasan itu juga berlaku pada remaja pria, dan WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10 – 14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun. Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Pada masa akhir remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran dan tugas barunya sebagai orang dewasa. Dari beberapa tugas-tugas perkembangan remaja dapat diambil kesimpulan bahwa jenis perkembangan remaja itu pada dasarnya mencakup segala persiapan diri untuk memasuki jenjang dewasa, yang intinya bertolak dari tugas perkembangan fisik dan tugas perkembangan sosio-psikologis.

Bila ditinjau hubungan antara perkembangan psikososial dan perkembangan fisik, dapat nampak bahwa perkembangan fisik memberikan impuls-impuls baru pada perkembangan psikososial. Jadi hubungan “kausalitas” ini berjalan dari aspek fisik ke aspek psikososial (Hill/Monks, 1977). Sebaliknya reaksi individu terhadap perkembangan fisik tergantung lagi dari pengaruh lingkungannya dan dari sifat pribadinya sendiri, yaitu interpretasi yang diberikan terhadap lingkungan itu.5 Perkembangan kognitif para remaja awal dalam menilai benar atau salah terhadap sekitarnya masih dipengaruhi oleh egosentris sehingga dalam membantah kadang-kadang tidak menjaga perasaan orang lain. Ia membantah apa yang dirasa tidak masuk akal, bila tidak setuju pendapat orang lain, beberapa remaja hanya diam namun mengutuk hati.

“Jadi, remaja dan pemuda itu berbeda,” tulis Sirot Fajar, sang penulis buku itu, “Itu sebabnya, Psikolog dari universitas Texas di Dallas, Jon W. Santrock, dalam bukunya Life-Span Development membedakan antara remaja dan pemuda. Remaja merupakan transisi antara anak-anak dan masa dewasa dan pemuda merupakan masa dewasa awal.” Lebih lanjut beliau menyimpulkan pendapat pakar Psikolog Kenneth Kenniston, bahwa remaja adalah usaha untuk mendefinisikan dirinya, dan pemuda ialah adanya perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri dan terlihat secara sosial.7 Meskipun berbeda secara konseptual, namun remaja adalah bagian pemuda yang tetap mempunyai kelebihan dan kelemahan. Hingga tugas-tugas perkembangan dapat atau tidak terlaksana. 

B. Meningkatkan Pemahaman Kesehatan Reproduksi untuk Menjadi Remaja Bertanggung Jawab 

Remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat dan berkualitas, namun upaya untuk memaksimalkan peran itu belum terlaksana dengan baik. Berbagai program peningkatan kualitas kesehatan remaja telah dilakukan, tetapi hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya permasalahan kesehatan yang ditemui pada remaja. Secara garis besar, masalah kesehatan remaja disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang buruk, minimnya informasi yang tepat serta kurangnya fasilitas kesehatan yang komprehensif dan ramah remaja. 

Dalam rilis BKKBN terkait hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (SKAP-KKBPK) 2018 dinyatakan, rata-rata hasil menunjukkan tren indeks makin tahun makin meningkat. Indek pencapaian pada 2012 mencapai 50,5; pada 2013 sempat turun menjadi 46,9; pada 2014 kembali naik menjadi 48,4; pada 2015 menjadi 49,0; 2016 terus naik menjadi 51,1, dan pada 2017 mencapai indek sebesar 52,4. Sementara untuk indeks pengetahuan tentang masa subur 2018 menghasilkan 21,7; indeks pengetahuan tentang umur sebaiknya menikah dan melahirkan 62,9. Lalu, indeks pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS dan IMS tahun 2018 sebesar 80,7; serta indeks tentang narkoba dan miras mencapai 96,9.

Kesehatan reproduksi remaja menurut Adji (2003) adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat di sini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan, tetapi juga sehat secara mental serta sosial kultural. Kesehatan reproduksi remaja sulit dipisahkan dari kesehatan remaja secara keseluruhan, karena gangguan kesehatan remaja akan menimbulkan gangguan pula pada sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi (KR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari system, fungsi, dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun sehat secara mental serta sosial-kultural. 

Menurut Bongaart dan Cohen 1998, remaja memasuki usia reproduksi pada hakekatnya mengalami suatu masa kritis. Dalam masa tersebut banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang sangat menentukan kualitas kehidupannya. Jika di masa kritis itu tidak mendapatkan informasi dan pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi yang dibutuhkannya dari keluarga, mereka cenderung mencari dari luar pendidikan formal yang sering tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti menonton film dan membaca majalah porno ataupun dari teman sebaya yang sama-sama memiliki keterbatasan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Sehingga cenderung memperoleh informasi yang salah tentang kesehatan reproduksi remaja. Tobias and Ricer (1998) berpendapat bahwa faktor keluarga kemungkinan faktor kedua setelah teman sebaya yang mempengaruhi keputusan remaja terlibat dalam seksual aktif dan kehamilan (Bagoes, 2004).

Pengetahuan dasar remaja agar optimal menurut Adjie(2003) remaja perlu mengetahui tentang hal-hal berikut : 

  1. Pengenalan mengenai sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja). 
  2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginannya dan pasangannya 
  3. Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi. 
  4. Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi. 
  5. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual. 
  6. Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya. 
  7. Mengembangkan kemampuan komunikasi berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif. 
  8. Hak-hak reproduksi.10 

Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perilaku hidup sehat bagi remaja, disamping juga untuk mengatasi masalah yang ada. Dengan pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi untuk menjalani masa remaja secara sehat, para remaja diharapkan mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan sistem reproduksi yang sehat. 

C. Peran Aktif Konseling Teman Sebaya Bagi Problem Kesehatan Reproduksi Remaja di Era Millenial 

Bimbingan dan konseling terdiri dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling, Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris yaitu “guidance” yang berasal dari kata kerja to guide yang berarti menunjukkan. Pengertian bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang lebih bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa datang.11 Adapun pengertian konseling menurut Walgito adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan cara wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.12  Jadi, dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (klien). 

Menurut Tindall & Gray dalam Hardi Prasetiawan, konseling teman sebaya mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong.13 Pada hakikatnya konseling teman sebaya adalah konseling antara konselor ahli dengan konseli dengan menggunakan perantara teman sebaya dari para konseli (counseling through peers). “Konselor” sebaya juga diharapkan dapat mengajak atau menyarankan teman yang membutuhkan bantuan untuk berkonsultasi langsung kepada konselor ahli. Dengan kata lain, ”konselor” teman sebaya adalah jembatan penghubung (bridge) antara konselor dengan remaja asuh (konseli). Teman sebaya adalah anak atau remaja yang kurang lebih berada pada taraf usia yang sama atau berada pada taraf perkembangan yang sama pula. Manfaat teman sebaya bagi remaja yaitu: 1). Sumber dukungan sosial. 2). Bertindak sebagai sumber pembanding. 3). Sumber eksperimentasi.14 

Konseling teman sebaya dipandang penting karena sebagian besar remaja lebih sering membicarakan masalah-masalah mereka dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua, pembimbing, atau guru di sekolah. Hal tersebut terjadi karena remaja memiliki ketertarikan dan komitmen serta ikatan terhadap teman sebaya yang sangat kuat. Remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat memahami mereka dan mereka yakin bahwa hanya sesama merekalah remaja dapat saling memahami. Dengan adanya konseling teman sebaya akan memberikan manfaat kepada remaja. Hal tersebut karena remaja bisa saling memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan mampu berpikir positif tentang dirinya. Mampu mengembangkan potensinya, menjadi remaja yang sehat untuk menjaga ketahanan keluarganya. 

Keadaan yang demikian sering menjadikan remaja sebagai suatu kelompok yang eksklusif. Fenomena ini muncul sebagai akibat dari berkembangnya karakteristik personal fable yang didorong oleh perkembangan kognitif dalam masa formal operations (Steinberg, 1993; Santrock, 2004). Keeratan, keterbukaan dan perasaan senasib di antara sesama remaja dapat menjadi peluang bagi upaya memfasilitasi perkembangan remaja. Pada sisi lain, beberapa karakteristik psikologis remaja (emosional, labil) juga merupakan tantangan bagi efektivitas layanan konseling teman sebaya.15 

Oleh karena itu, untuk mendapatkan pencapaian yang maksimal membutuhkan bantuan berbagai stakeholder yang ada. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu kerjasama yang baik antara pemerintah, sekolah bersama instansi terkait keluarga dan masyarakat. Karena pada dasarnya remaja berada pada masa perkembangan, baik secara fisik, intelektual, kepribadian, seksual maupun emosional. Sehingga masa remaja merupakan masa yang rentan di mana rata-rata belum mempunyai ketetapan hati. Banyak menampilkan emosionalnya daripada rasionalnya, cenderung ingin bebas, mudah terpengaruh dan ingin mencari jati dirinya yang akhirnya sering berperilaku menyimpang. Dengan adanya permasalahan remaja yang semakin kompleks seperti sema Penderita HIV/AIDS, Penyalahgunaan Narkoba, Perilaku Seks Bebas, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Aborsi, Perilaku Kekerasan. Perlu kita upayakan agar para remaja tidak terhambat oleh berbagai macam permasalahannya dan mampu mengembangkan potensinya sehingga menjadi remaja/siswa yang sehat tegar gembira cerdas dan terampil berbudi pekerti yang luhur serta beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

Referensi

  1. www.idai.or.id 
  2. Kathryn Geldard dan David Geldard. Konseling Remaja Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2011. Hlm : 6. 
  3. http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-remaja-di-indonesia diakses pada 17 juli pukul 07.50 WIB 
  4. Hendriati Agustiani. Psikologi Perkembangan. (Bandung : PT Refika Aditama. 2006). Hlm : 28. 
  5. Siti Rahayu Hadinoto. Psikologi Perkembangan. (Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 2014). Hlm: 265 
  6. Sri Rumini dan Siti Sundari. Perkembangan Anak dan Remaja.(Yogyakarta : PT Rineka Cipta. 2004). Hlm : 64-70. 
  7. https://accounda17.blogspot.com/2013/12/bukan-remaja-tapi-pemuda.html diakses pada 24 Juli pukul 07.30 WIB 
  8. https://www.tribunnews.com/kesehatan/2018/11/21/tren-pengetahuan-kesehatan- reproduksi-remaja-2018-meningkat diakses pada 8 Agustus 2019 pukul 14.00 WIB 
  9. Kusyogo Cahyo, dkk. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA Negeri 1 Purbalingga Kabupaten Purbalingga. Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008. 
  10. https://bidanshop.blogspot.com/2014/10/asuhan-kesehatan-reproduksi-pada- remaja.html diakses pada 24 Juli pukul 09.00 WIB 
  11. Arifin. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta : PT. Golden Terayon Press, Jakarta. 1994. Hlm :1. 
  12. Walgito. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta, Andi Offset. 1995. Hlm : 5. 
  13. Jurnal Hardi Prasetiawan. Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) Untuk Mereduksi Kecanduan Game Online. Hlm :5. 
  14. Sumardjono Padmomartono. Konseling Remaja.Yogyakarta :Ombak Dua. 2014. Hlm : 66.
  15. Suwarjo. Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) Untuk Mengembangkan Resiliensi Remaja. Makalah Disampaikan dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Tanggal 29 Februari 2008. Hlm : 6. 
  16. Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan. (Bandung : PT Refika Aditama. 2006). 
  17. Hadinoto, Siti Rahayu. Psikologi Perkembangan. (Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 2014). 

Penulis adalah alumni UIN Walisongo Semarang prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Sekarang tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana UNNES dengan prodi Bimbingan dan Konseling. Kini penulis berdomisili di Tembalang, Semarang. Penulis pun sudah menulis dalam bentuk puisi, cerpen, puisi, artikel, essay dan lain sebagainya. Ada beberapa yang sudah berhasil diikutkan dalam antologi. Untuk silaturahmi lebih lanjut silahkan mengikuti di @maullasari atau e- mail maullasari174@gmail.com serta bisa menghubungi via 082225906556.

Ditulis oleh Sri Maullasari

Lomba Esai Semarang Youth Town Hall 2019

Disunting oleh Nur Wulan Nugrahani

Leave A Comment