Hai, teman-teman masih inget gak kasus JIS beberapa tahun yang lalu? Yap, benar sekali! Jika kita membuka memori lama tentang kasus ini pasti miris sekali ya? Seorang guru yang biasanya dikenal bijaksana justru malah melakukan pelecehan seksual kepada siswanya yang masih anak-anak. Bahkan, yang lebih mengejutkannya lagi adalah korban tidak hanya satu. Ih ngeri!
Kekerasan seksual sendiri memang tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, bahkan usia anak-anak juga tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan perlakuan kekerasan seksual juga loh. Anak-anak memanglah sangat rentan menjadi target para pelaku penjahat seksual, ini karena anak masih memiliki emosi yang labil dan masih belum mengetahui tentang seksualitas sehingga lebih mudah dirayu atau dibohongi. Secara umum, orang asing selalu dianggap sebagai pelaku kekerasan seksual pada anak. Hal ini karena adanya anggapan bahwa hanya orang asinglah yang tega melakukan hal jahat seperti ini kepada anak-anak. Orang asing yang melakukan kejahatan seksual kepada anak ini biasanya orang dewasa yang memiliki masalah kurangnya perekonomian namun memiliki nafsu yang tinggi, dan biasanya menggunakan strategi dengan cara memberikan iming-iming kesukaan anak-anak, sehingga anak mau dan mudah terjebak. Dan setelah pemerkosaan selesai, anak akan diberi ancaman agar tidak mengadu kepada orang tua maupun orang-orang terdekat lainnya.
Hal tersebut diatas juga disampaikan oleh Susianah Affandy dari Kongres Wanita Indonesia bahwa ada empat penyebab anak rentan terhadap kekerasan seksual, diantaranya yaitu karena anak sangat mudah terpengaruh oleh iming-iming pelaku terlebih jika pelaku dari hubungan keluarga atau dari lingkungan pendidikan, anak tidak bisa mengekspresikan secara verbal atas apa yang sedang dialaminya, anak menggantungkan hidupnya kepada pelaku, dan anak sebagai korban takut untuk melaporkan kekerasan tersebut. Secara umum, empat penyebab anak rentan terhadap kekerasan seksual tersebut memanglah benar. Mari kita ambil contoh kasus pemerkosaan yang pernah terjadi di Korea Selatan yang sempat viral. Secara singkatnya, korban menjelaskan bahwa saat itu ia masih berusia 9 tahun, sedang di rumah tetangganya untuk mengambil air di sumur seperti hari-hari biasanya, kemudian dia dipanggil oleh pemilik rumah yang merupakan pria dewasa berusia 35 tahun untuk masuk ke dalam rumah dan diberi iming-iming sesuatu, lalu korban mengikuti pria tersebut dan ternyata dia mendapat pelecehan seksual, pria tersebut memerkosa korban, setelah selesai pria dewasa tersebut mengancam si korban untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapapun apabila ia ingin keluarganya baik-baik saja, dan tentu saja si korban menuruti semua yang dikatakan oleh pria dewasa ini.
Nah, apakah teman-teman tahu bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang paling tinggi justru karena orang terdekat? Menurut data tim riset tirto.id tahun 2015, pelaku dari kasus kekerasan seksual terhadap anak kebanyakan masih memiliki hubungan kerabat dengan korban dan menempati posisi teratas dengan jumlah 60 persen, sedangkan orang asing justru menempati posisi paling bawah yaitu dengan jumlah 10 persen. Hal inilah yang kemudian membuat media beberapa tahun terakhir ini dibanjiri cerita tentang ayah yang memerkosa anaknya.
Kekerasan seksual kepada anak seperti ini tentunya akan memberikan trauma tersendiri, dan lebih parahnya adalah apabila hal ini menyerang psikis sang anak. Bahkan mereka akan selalu mengingat memori buruk yang terus muncul atas kekerasan yang dialaminya sampai saat dewasa nanti. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual ini biasanya akan memilih diam dan tidak menceritakan kepada orang tuanya karena adanya tekanan dan ketakutan setelah mendapat ancaman. Hal inilah yang kemudian dapat berdampak buruk yaitu dapat menyerang kesehatan mentalnya. Seperti kasus yang pernah terjadi di Korea Selatan tersebut, bahwa si korban terus terbayang kejadian buruk di masa kecilnya itu dan setelah diperiksa ternyata ia mengidap schizophrenia. Oleh karena itu maka orang tua seharusnya memiliki peran penting untuk selalu peka terhadap kondisi sang anak. Hal ini karena tidak menutup kemungkinan bahwa anak tidak akan menceritakan apa yang dialaminya karena berada di bawah tekanan.
Lalu apa yang harus dilakukan ketika anak mengalami kekerasan seksual?
Pada intinya guys, kekerasan seksual pada anak ini ada di sekitar kita loh, tidak memandang dia orang asing maupun keluarga sendiri. Selain harus melakukan pencegahan dengan berhati-hati, salah satu hal yang perlu dilakukan apabila kekerasan seksual ini sudah terjadi yaitu harus segera berkunjung ke layanan konseling. Tujuan utama konseling ini yaitu untuk melakukan healing agar traumatis sang anak segera sembuh, dan dapat mencegah dampak buruk kedepannya berupa mental illnes. Dilansir dari fimela.com, cara untuk mengatasi atau mengurangi rasa traumatik korban kekerasan seksual pada anak dengan mencari lembaga konseling untuk melakukan treatment pemulihan secara cepat dan tepat sedangkan healing pada anak yang mengalami kekerasan seksual terdapat 4 tahap, pertama reframe apa yang sudah terjadi walaupun memang sulit bagi korban. kemudian flashback runutan kejadian dan bersamaan membangun kembali self-awareness korban. terakhir, bergabung dan bangun komunikasi sehat dengan keluarga dan teman terdekat.
Penulis: Dian Yustika Sari, Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (@dianyustikasa)
Editor: Zunari Hamro (@zuzunari_id)