Maraknya Pencabulan Terhadap Anak di bawah Umur, Korban Enggan dan Takut untuk Lapor kepada Pihak Berwajib

Sekarang ini, maraknya kasus pencabulan yang terdengar di tengah-tengah masyarakat, baik dari berbagai kalangan masyarakat bawah, menengah dan kalangan atas sekalipun. Tidak heran jika di zaman sekarang ini banyak anak kecil yang masih dibawah umur sekalipun melakukan pencabulan pada teman sebayanya dikarenakan meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa dari berbagai macam kasus pencabulan, kekerasan dan kejahatan seksual ada di berbagai daerah sampai pelosok desa.

Pencabulan disini merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita, dengan kekerasan ataupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah kata dasar dari cabul yang artinya kotor dan keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun (tidak senonoh). Sedangkan menurut Moeljatno mendefinisikan pencabulan yaitu segala perbuatan yang melanggar asusila atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu seksualitasnya.

Di Indonesia, banyak korban pencabulan yang enggan dan takut lapor kepada polisi karena takut dibully teman, diancam oleh pelaku dan malu dengan tetangganya. Pada bulan juli 2019 dalam berita Republik.co.id menyebutkan pelaku pencabulan dan kekerasan terhadap anak adalah ayahnya sendiri dan yang menjadi korban adalah anaknya yang baru berusia 10 tahun. Pelaku melakukan aksinya sejak 2017 dan baru terungkap pada pertengahan tahun 2019, kejadian ini sudah lama dan korban baru menceritakan kejadian yang dilakukan oleh ayahnya itu pada ibunya. Dikarenakan rasa takut dan diancam oleh ayahnya sendiri maka korban pencabulan enggan melapor ke keluarga terutama ibunya sendiri.

Kejadian diatas adalah salah satu contoh dari banyaknya kasus pencabulan yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal, tetangganya, ayahnya sendiri, keluarga dekat, keluarga jauh, bahkan civitas akademik juga ada yang menjadi pelaku pencabulan terhadap anak. Tetapi kebanyakan korban anak dan takut melaporkan kepada polisi, ini terbukti bahwa kasus-kasus pencabulan yang dilakukan oleh para pelaku telah berjalan lama dan baru terbongkar beberapa tahun kemudian. Hal ini membuat korban menjadi trauma yang mendalam karena kasus pencabulan terlalu lama dan si korban diancam juga itu menyebabkan korban trauma dan butuh pendekatan dan dukungan oleh orang-orang terdekatnya.

Berbeda dengan korban kejahatan konvensional lainnya, korban pencabulan mengalami traumatik yang mendalam. Oleh karena itu perlu adanya upaya perlindungan bagi korban pencabulan secara hukum.

Banyak faktor dan kendala eksternal yang dihadapi korban pencabulan ketika mau melapor ke polisi antara lain kasus pencabulan masih dianggap sebagai hal yang tabu atau merupakan aib dari keluarga itu sendiri sehingga masih banyak kasus yang ditutup-tutupi atau tidak dilaporkan kepada pihak kepolisian. Adanya ancaman dari pihak pelaku maupun keluarga pelaku terhadap korban maupun keluarga dari korban yang akan melaporkan kasus pencabulan tersebut juga merupakan faktor yang menyebabkan para korban enggan dan takut untuk melapor.

Dengan kondisi korban yang takut dan pasrah akan keadaannya maka hal itu juga mempersulit penyidik dari pihak kepolisian untuk melanjutkan proses perkara yang dihadapi. Korban yang tidak datang kembali untuk proses selanjutnya atau mencabut kembali pengaduannya. Hal ini seringkali terjadi setelah korban datang ke kantor polisi untuk melapor, korban tidak pernah datang lagi dan korban mencabut kembali laporannya dikarenakan dengan alasan korban yang sudah tidak ingin melanjutkan proses hukum dikarenakan korban mengalami trauma akibat tekanan dari orang tua yang selalu memarahi korban sehingga korban stress dan mengancam bunuh diri apabila proses hukum tetap dilanjutkan karena pelaku pencabulan sendiri adalah ayah korban sehingga proses hukum terpaksa dihentikan.

Kurang maksimalnya kerjasama antara saksi dan korban sehingga terjadinya keterlambatan waktu sehingga sangat merugikan berbagai pihak dari kepolisian, korban maupun pelaku karena kasusnya terbengkalai. Kendala lainnya tersangka tidak mengakui perbuatannya. Keterangan tersangka dapat dijadikan alat bukti dalam suatu perkara pidana, termasuk juga dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur, karena dari tersangka itu selain dapat mengungkapkan kejadian perkara tindak pidana pencabulan juga dapat menjelaskan bukti yang berkenaan dengan tindak pidana tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya pada saat proses penyidikan tersangka justru seringkali tidak mau mengakui perbuatannya.

Secara internal, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dan tidak adanya laporan dari korban atau keluarga korban pencabulan. Upaya dalam mengatasi kendala ini salah satunya adalah sosialisasi dan koordinasi sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dalam penanganan kasus tindak pidana pencabulan. Hal ini mengingat korban membutuhkan pertolongan segera karena mengalami penderitaan secara fisik dan mental.

Penulis: Lu’luatul Fajriyah

Editor : Zunari Hamro

Leave A Comment