Hasil Mini survey online PILAR di bulan Mei 2020 lalu menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menekan persebaran covid 19 (melalui PSBB, PKM, Self-quarantine, dan berbagai istilah lainnya) dinilai sangat berdampak pada perubahan signifikan perilaku keseharian remaja. Ya jelas dong, yang biasanya bisa ketemu temen di sekolah, kampus, atau kantor setiap saat sekarang harus dibatasi. Dan pembatasan ini ga ngerti kapan akan berakhir, tergantung bagaimana perkembangan kasus corona ini.
Masa pandemi yang mengharuskan kita di rumah aja ini terkesan memberikan kita lebih banyak waktu. TIdak ada lagi rutinitas harus bangun pagi, mandi, sarapan, buru-buru ke sekolah jangan sampe telat, sambil disambut Ibu Bapak Guru di halaman sekolah. TIdak ada lagi alarm yang berulang kali harus dibunyikan demi siap2 ngampus dan dapet posisi duduk strategis di kelas biar kalo mau main hp atau bahkan tidur jadi gak ketauan dosen. Tidak ada lagi waktu yang tersita untuk proses perjalanan dari rumah ke tempat tujuan kita sehari-hari.
Wow! Lumayan dong, kita bisa lebih hemat waktu dan nyobain berbagai hal baru yang ga sempet dilakukan sebelumnya. Idealnya gitu. Banyak orang berlomba-lomba share berbagai rutinitas baru selama masa pandemi ini. Pasti ada deh di timeline kalian orang-orang yang sharing tentang masak sendiri, main game baru, baca buku baru, atau bahkan berkebun. Terus pas liat postingan itu perasaan kamu gimana? Pernah ga sih jadi ngebandingin diri sendiri sama orang-orang di postingan instagramnya? Apalagi yang produktif banget selama pandemic ini? Kalo pernah, tos dulu! Kita sama. Namun setelah itu karena terpancing untuk lebih produktif, akhirnya kamu berusaha sekuat jiwa raga bisa satu level sama orang-orang yang kamu liat di timeline. Kalo kata Fibiya, alumni SMA 8 Semarang, dia jadi memacu diri buat nyobain berbagai hal dan gak mau ketinggalan tren.
Well, ternyata ada istilah baru yang mulai digunakan untuk menggambarkannya, yaitu “TOXIC PRODUCTIVITY”. Jadi toxic productivity ini adalah tekanan berlebih untuk menjadi produktif, pada konteks sekarang ya selama pandemic ini. Akhirnya, kita jadi mengukur diri kita berdasarkan seberapa produktif kita selama ini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Well, banyak sekali factor sih sebenernya. Tapi, kita cenderung berada dalam lingkungan yang mengedepankan pencapaian hidup dan kurang mengapresiasi proses.
Namun perlu disadari juga bahwa kita berada di tengah pandemi. Bisa dibilang krisis kesehatan dan kita harus mematuhi peraturan untuk mengkarantina diri. Kita semua lagi gak baik-baik aja. Kalo kata postingan Instagram mah, “We are on the same storm”. Terlebih lagi pengartian belajar di rumah atau bekerja di rumah adalah kita berada di rumah, dalam masa krisis kesehatan karena covid 19, mencoba untuk tetap belajar dan bekerja. Cara pandanganya sebaiknya diperluas lagi, karena kalo kebalik ngeliatnya bisa-bisa langsung stress. Kalo mau maksain diri untuk mencapai berbagai macam hal, ngapain susah-susah. Itu mah dari lahir orang tua kita udah ngajarin. Tapi kita dibekali akal pikiran untuk lebih mengenal diri kita masing-masing.
Apa aja sih tanda-tandanya toxic productivity?
- Melakukan kegiatan atau bekerja terus menerus sampai berdampak buruk bagi kesehatan atau hubungan dengan diri sendiri.
Mencoba 7 days workout challenge tapi karena terlalu terforsir jadinya badan ga kenceng eh malah pegel semua. Menahan diri ga nonton drakor atau series demi belajar sbmptn, utul, atau bahkan demi ngerjain skripsi. Kerja keras bagai unicorn sampe begadang atau bahkan ga tidur demi tugas kampus, skripsi, dan kerjaan lainnya. Haduh, kesehatanmu loh? Buat apa banyak pencapaian tapi abis itu sakit. Rumah sakit penuh, gausah nambahin kerjaan para tenaga kesehatan deh.
- Punya target yang ga realistis buat diri sendiri.
Oke, 1 bulan harus turun 5 kg! Ayo jangan lupa diet dan olahraganya dikencengin. Atau, dalam minggu ini revisian harus disetujui dosen biar bisa cepet ujian dan ga ditanyain kapan lulus mulu. Halooo, ekspektasi berlebihan itu membunuhmu. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Kenali dan pahami dirimu lebih dalam dan mencoba berkompromi serta berdamai dengan diri sendiri. Punya target boleh, tapi yang realistis. Jangan halu, pertimbangkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Tapi kalo gak tercapai, ya gapapa kan masih bisa coba lagi.
- Merasa bersalah ketika beristirahat dan gak ngapa-ngapain.
Ternyata ada lho orang yang ngerasa bersalah sampe mikir ga berguna pas lagi rebahan dan beristirahat. Berasa gabut atau suwung banget nih kudu ngapain ya aku kok bosen. Hidup gini-gini aja ga ada perubahan amat? Sebenarnya, beristirahat itu adalah waktu tubuh kita ngisi ulang tenaga biar setelahnya bisa lebih bersemangat menjalani hari. Tidak ada yang salah dari beristirahat kok teman-teman. Take your time.
Apakah kamu merasakan tanda-tanda di atas? Nah ini ada sedikit tips yang bisa dicoba untuk mengurangi toxic productivity.
- CObalah untuk lebih banyak ngobrol sama diri sendiri. Tanyakan pada diri sendiri layaknya kamu lagi ngobrol ama temenmu.
- Buatlah target yang realistis, fleksibel dan sesuaikan target sesuai kemampuanmu.
- Pahami kembali arti dari beristirahat dan mengambil jeda bagi dirimu.
Perlu diingat, kita sedang tidak berlomba dengan siapapun. Gak papa lho kalo kita tidak mencapai ini dan itu. Kita hanya sedang berusaha tetap bertahan hidup dan menjaga kewarasan selama harus mengkarantina diri di rumah aja. Sebagai penutup, bisa dilihat postingan mas @adjiesantosoputro di instagramnya.
Source photo: https://www.instagram.com/p/CBNlVp3AO8S/
Source artikel:
- https://www.createcultivate.com/blog/what-is-toxic-productivity
- https://www.thequint.com/lifestyle/life/toxic-productivity-avoid-during-covid-19-lockdown