Sahabat PILAR termasuk tipe orang yang datang ke tempat pemeriksaan kesehatan pas baru terasa sakitnya atau pas udah parah-parahnya baru periksa? Kebanyakan orang itu sering banget nunda-nunda periksa, sebelum dipaksa sama orang sekitar dan ngerasa nggak kuat sama sakitnya. Ya nggak sih?? Temen-temen kaya ada kekhawatiran tersendiri nggak sih kalo ke dokter jangan-jangan nanti aku didiagnosa sakit parah nih, nanti aku ditanyain macam-macam, nanti aku diceramahi macam-macam dan harus minum obat.
Sahabat PILAR pernah kepikiran seperti, “Apa iya kalo ke dokter itu cuma pas sakit aja? Kalo sehat tapi pengen dateng ke dokter buat ya mungkin nanya-nanya informasi soal kesehatan gitu aneh nggak sih?” Kamu ngerasain nggak sih, di dunia pendidikan sendiri masih jarang informasi soal kesehatan apalagi soal kesehatan reproduksi itu jarang sekali disampaikan. Misalnya seperti pendidikan soal awal menstruasi pada perempuan atau mungkin mengenai mimpi basah pada laki-laki, baik seperti cara perawatan kebersihan organ reproduksi. Lingkungan keluarga juga jarang sekali membahas hal-hal semacam itu, misal ingin bertanya ada rasa sungkan, kadang sok tau aja atau cari-cari di google yang kadang beda-beda informasinya dan belum tentu kebenarannya.
Pernah ada cerita ini dari teman kita yang namanya “L” yang datang ke Puskesmas buat konsultasi soal masalah menstruasi yang tidak lancar. Si L ini antara yakin nggak yakin sih daftar di ruang administrasi buat konsultasi, tapi ternyata memang bisa dong ada yang namanya PKPR. Teman-temen tahu apa itu PKPR? Jadi PKPR itu singkatan dari Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja, jadi pas banget nih program ini untuk memenuhi kebutuhan kesehatan baik segi pemeriksaan atau informasi bagi remaja yang dijalankan oleh Puskesmas. Kegiatan dari PKPR biasanya berupa pemberian Informasi dan edukasi, pelayanan klinik medis (pemeriksaan penunjang dan rujukan), konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS) dan pelatihan konselor sebaya. Sobat, bisa juga bisa dapat pelayanan pemeriksaan kehamilan remaja, konseling semua masalah kesehatan reproduksi dan seksual, konsultasi mengenai masalah kejiwaan atau psikologi, HIV & AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan anemia.
Ceritaku Ketika Konsultasi Menstruasi Pertama
Ketemu nih si L sama dokter yang ternyata masuknya ke ruangan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Kebetulan PKPR di Puskesmas ini memang belum terkelola secara mandiri, tetapi digabung dengan KIA. Entah karena si L ini merasa canggung dan dokter pun juga kelihatan nggak bingung sama kedatangan si L ini yang bener-bener sendirian. Dokter pun langsung nanya, “Kenapa ya mbak (dengan ekspresi yang datar tanpa senyum)?,”Ini dok, saya mau konsultasi soal menstruasi”, jawabku. Mulai lah ngobrol soal keluhan menstruasi yang tidak lancar dan rasa nyeri saat menstruasi. “Gini dok sempat dua bulan yang lalu saya tidak menstruasi, tetapi di bulan saya menstruasi dan baru selesai beberapa hari lalu”, tanyaku. Dokter pun menanggapi dengan santai, “Menstruasi yang tidak rutin sebulan sekali itu wajar mbak, hal itu bisa terjadi karena stres atau kelelahan. Mungkin mbaknya akhir-akhir ini ada kesibukan yang menguras energi.
Dan mohon maaf tidak menutup kemungkinan remaja ini kan pasti punya teman lawan jenis, mungkin mbaknya punya?”. Tanggapan dokter ini cukup mengagetkan sih karena seperti menyudutkan dengan pertanyaan yang sebenarnya dipahami si L bahwa maksud dokter ini membaca kemungkinan si L pernah melakukan hubungan seksual. Hanya saja si L ini merasa tidak nyaman dengan pertanyaan to the point yang diarahkan kepadanya yang jelas-jelas sudah menjelaskan bahwa di bulan ini si L sudah menstruasi, mungkin akan lebih bisa diterima ketika dokter ini menjelaskan kemungkinan keterlambatan menstruasi ini terjadi pada saat wanita hamil dengan penjelasan yang mudah dipahami remaja yang awam. Kemudian si L ini pun menjawab, “Iya dok yang saya khawatirkan itu karena saya tidak pernah melakukan hubungan seksual tapi menstruasi saya tidak lancar, sehingga saya khawatir ada masalah kesehatan”. Dokter pun mengulang jawaban yang sama dan masih menekankan pertanyaan yang dirasa menyudutkan mengenai perilaku hubungan seksual. Ketika si L ini ingin bertanya hal-hal mengenai kesehatan reproduksi secara lebih lanjut, justru dokter ini sudah seperti memberikan kode agar konsultansi ini di segera diselesaikan dengan mengatakan, “Ya sudah karena mbak juga tidak ada masalah apa-apa, maka saya juga tidak memberikan resep obat”.
Maka si L ini pun segera menyudahi obrolan dan keluar dari ruangan dengan rasa mengganjal karena masih banyak pertanyaan yang ingin disampaikan, akan tetapi dia merasa dokter ini kurang bisa menjadi layaknya teman cerita bagi remaja konseling. Tentu pengalaman yang kurang menyenangkan ini akan menimbulkan rasa enggan untuk melakukan konseling kembali, karena menganggap ya sudah nantinya dokter juga akan menganggap seperti itu lagi.
Penulis : Ditya Lestari (Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta)
Editor: Zunari Hamro, Nur Wulan Nugrahani (Pilar PKBI Jawa Tengah)