Gerakan Literasi Anak Muda: Peran Remaja Disabilitas sebagai Agen Alami dalam Menggerakkan Perubahan Inspirasi melalui Kolaborasi

Photo by Marcus Aurelius from Pexels

Disabilitas adalah masyarakat yang memiliki kekurangan dalam kondisi fisik, mental, dan psikologis yang disebabkan oleh suatu kejadian atau keturunan anggota keluarga sehingga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dengan masyarakat non-disabilitas. Dalam maknanya, disabilitas dapat dikatakan sebagai istilah yang ditinjau dari segi bahasa dan keilmuan. Apabila dalam anggota keluarga memiliki salah satu disabilitas maka wajib diperlakukan yang sama dengan anggota keluarga lainnya, karena disabilitas juga merupakan manusia. Selain itu, keluarga harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan disabilitas tersebut melalui bidang pendidikan (yaitu Pendidikan informal, Pendidikan nonformal, dan Pendidikan formal), bidang kesehatan, serta bidang sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian.

Secara umum, kesejahteraan harus terjadi di seluruh masyarakat tanpa menimbulkan suatu permasalahan. Namun, banyak permasalahan di Indonesia yang disebabkan karena kurangnya kesadaran anak muda terhadap remaja disabilitas. Permasalahan dari kurangnya kesadaran dapat menimbulkan totalitas dan kesehatan mental disabilitas menurun karena anak muda memberikan kesempatan dengan perasaan kasihan dan tidak diberdayakan serta tidak disetarakan. Padahal sudah dibentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas bahwa disabilitas berhak berperan besar dan terlibat dalam perubahan masyarakat. Akan tetapi, mengapa sebagian anak muda masih belum menerima disabilitas tersebut untuk terlibat dalam kegiatan mereka.

Anak muda non-disabilitas dibagi menjadi dua bagian yaitu anak muda non-disabilitas kecil (desa) dan anak muda non-disabilitas besar (kota). Keduanya dipandang berbeda dalam memperlakukan disabilitas di kehidupan sehari-hari. Beberapa anak muda non-disabilitas kecil (desa) sering memperlakukan disabilitas karena kasihan terhadap ekonomi dan kondisi fisiknya. Selain itu terdapat permasalahan yang sangat disayangkan seperti permasalahan pertama bahwa disabilitas mengalami diskriminasi (Bullying) selama beraktivitas yang dapat menyebabkan keminderan dan kesehatan mental terganggu. Yang kedua, aksesibilitas di desa tidak mendukung yang dapat menyebabkan disabilitas merasa dikucilkan oleh masyarakat. Yang ketiga, kurangnya perhatian pejabat tingkat daerah terhadap pendataan remaja disabilitas sehingga tidak adanya data yang valid mengenai keadaan terkini disabilitas. Oleh karena itu, berbagai permasalahan yang banyak terjadi sehingga disebabkan oleh faktor kurangnya kesadaran remaja desa yang dapat menyebabkan kesehatan mental disabilitas terganggu.

Anak muda non-disabilitas besar (kota) sudah memiliki kesadaran terhadap disabilitas tetapi masih kurang aksesibilitasnya. Misalnya yang pertama, untuk disabilitas daksa harus menggunakan tangga untuk mencapai tempat tujuan di gedung-gedung dengan mengesot lantai. Yang kedua, untuk disabilitas tuna rungu tidak bisa mendapatkan informasi-informasi dari berbagai pelayanan-pelayanan bidang kesehatan karena informasi yang diberikan berupa suara bukan tulisan. Yang ketiga, untuk disabilitas tuna netra kurangnya kesadaran pendamping (relawan) dan kurangnya aksesibilitas pembangunan infrastruktur seperti guiding block (petunjuk jalan memiliki titik dan garis berwarna kuning) khusus untuk disabilitas. Yang keempat, untuk disabilitas tunagrahita mengalami permasalahan sosial yang melanggar nilai-nilai dan norma-norma sehingga menyebabkan emosional. Yang kelima, untuk disabilitas tuna ganda diperlakukan kasihan oleh masyarakat dan antipasti untuk mendekati anak-anak non-disabilitas.

Oleh karena itu, diperlukan gerakan kolaborasi antara anak muda dengan remaja disabilitas melalui sebuah kegiatan seperti komunitas, volunteer atau relawan, kepanitiaan, pengurus dan organisasi. Sehingga remaja disabilitas mampu melakukan aktivitas di kehidupan sehari-hari tetapi harus memberikan aksesibilitas yang bertujuan agar mandiri dan bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Aksesibilitas adalah penyuluhan pembangunan masyarakat guna mendukung sarana dan prasarana yang memadai seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan lingkungan, dan pembangunan sosial. Apabila komunitas dan organisasi tersebut tidak paham dalam memberikan aksesibilitas, hal yang harus dilakukan adalah bertanya tentang aksesibilitas seperti apa yang harus diberikan sehingga pemimpin kegiatan bisa membantu. Selain itu, dibutuhkan pembelajaran budaya dari masing- masing remaja disabilitas yang dapat memberikan manfaat kepada komunitas dan organisasi sebagai bentuk menghormati budaya disabilitas. Maka, disabilitas dapat memiliki suatu kemampuan yang luar biasa dalam melakukan sesuatu dan membuat perubahan di lingkungannya. Kemampuan yang dimaksud adalah dalam hal mencapai tujuan yang diinginkan untuk masa depannya.

Urgensi Masalah

Roda bumi terus berputar ibarat waktu (jam, hari, bulan, dan tahun) yang terus berganti, disabilitas tidak pernah luput dari masalah kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ada beberapa urgensi masalah yang sering terjadi pada disabilitas yaitu (1) kurangnya informasi-informasi tentang kesehatan yang disebabkan karena minimnya penerjemah bahasa isyarat dan aksesibilitas di pelayanan kesehatan menggunakan suara bukan tulisan khusus disabilitas tuna rungu, (2) aksesibilitas di lingkungan masyarakat kurang mendukung yang menyebabkan rendahnya kesempatan disabilitas untuk beraktifitas, (3) disabilitas diperlakukan tidak sama dengan orang normal seperti dianggap tidak mampu melakukan suatu tugas sehingga dapat mengganggu kesehatan mental, (4) kurangnya aksesibilitas di berbagai tempat pelayanan kesehatan untuk pengguna kursi roda seperti adanya anak tangga, jalan berbatu, guiding block (petunjuk jalan memiliki titik dan garis berwarna kuning), jalur tongkat yang menempel di dinding dan lain-lain, (5) kurangnya sosialisasi tentang kesehatan mental kepada masyarakat disabilitas di desa maupun kota.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah (1) menganalisis permasalahan disabilitas di kehidupan masyarakat sekitar, (2) memberikan solusi terhadap permasalahan disabilitas di kehidupan masyarakat sekitar dengan membangun perubahan inspirasi melalui gerakan kolaborasi, (3) mengimplementasi pemanfaatan gerakan kolaborasi guna meningkatkan pemahaman kepada remaja non-disabilitas, dan (4) mengajak remaja non-disabilitas untuk terlibat aktif dalam komunitas dan organisasi khusus remaja disabilitas serta sebaliknya mengajak remaja disabilitas untuk terlibat aktif dalam komunitas dan organisasi khusus remaja non-disabilitas.

Pembahasan

Disabilitas berhak berperan besar dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016. Bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, disabilitas harus diperlakukan sama seperti orang normal juga diberikan kesempatan dalam berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi dan totalitas. Terdapat beberapa macam disabilitas di Indonesia yaitu tuna daksa, tuna rungu, tuna netra, tuna grahita, dan tuna ganda. Namun bukan hanya disabilitas saja yang berhak tahu tentang undang-undang tersebut, tetapi seluruh remaja-remaja yang ada di Indonesia harus tahu melalui pembelajaran di sekolah yang ada dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Kehidupan remaja disabilitas sering terjadi permasalahan khususnya di bidang kesehatan dan sosial. Berbagai permasalahan tersebut disebabkan kurangnya Pendidikan yang belum memadai atau mendukung. Pendidikan yang dimaksud ada tiga, yaitu Pendidikan informal atau Pendidikan keluarga, Pendidikan nonformal atau Pendidikan masyarakat, dan Pendidikan formal atau Pendidikan umum. Tentunya peran ketiga Pendidikan tersebut sangat penting dalam mencapai tujuan dari masing-masing remaja disabilitas. Perlu diketahui bahwa tujuan setiap remaja disabilitas berbeda-beda, karena tujuan berbentuk cita-cita dan impian diri sendiri. Permasalahan di bidang kesehatan adalah kurangnya informasi-informasi mengenai dunia kesehatan terhadap remaja disabilitas yang disebabkan karena kurangnya pemberian Pendidikan sejak usia dini. Padahal awal Pendidikan remaja disabilitas itu terjadi pada Pendidikan keluarga atau Pendidikan informal. Selain itu, permasalahan di bidang sosial adalah kurangnya interaksi antara remaja disabilitas dengan keluarganya dan remaja disabilitas dengan lingkungan masyarakat yang disebabkan oleh perlakuan berbeda yang diberikan oleh anak muda non-disabilitas ke remaja disabilitas dan membatasi remaja disabilitas untuk mendapatkan hak nya di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan remaja disabilitas merasa tidak percaya diri, merasa dikucilkan, merasa diasingkan dan suka bersembunyi. Hal tersebut dinamakan dengan sebutan diskriminasi terhadap remaja disabilitas.

Dalam permasalahan di bidang kesehatan, informasi tentang dunia kesehatan tidak harus diketahui oleh remaja non-disabilitas saja, tetapi remaja disabilitas harus tahu tentang itu. Cara yang harus ditempuh untuk memberikan pengetahuan tentang dunia kesehatan adalah melalui sosialisasi di berbagai tempat yang harus bekerja sama dengan komunitas khusus disabilitas. Namun, dalam sosialisasi harus memberikan aksesibilitas yang mendukung terhadap masing-masing remaja disabilitas guna untuk mengetahui dunia kesehatan tersebut dan terhindar dari diskriminasi. Selain melalui jalan sosialisasi, dapat diketahui melalui seminar, perkemahan khusus perempuan atau laki-laki, dan talkshow tentang dunia kesehatan khusus untuk remaja disabilitas. Walaupun tidak melalui jalan Pendidikan informal, tetapi jalan Pendidikan nonformal dan Pendidikan formal pun masih bisa. Biasanya pemberian informasi melalui Pendidikan nonformal dan formal adalah dengan menerapkan pelajaran ilmu pengetahuan alam, bimbingan konseling, dan teguran sikap atau teguran perilaku selama berada di pelayanan pendidikan.

Berdasarkan permasalahan di bidang sosial, bahwa masalah tersebut sering terjadi di sekitar lingkungan. Dimulai dari kekurangan fisik atau mental yang bisa dijadikan bahan bully oleh orang lain. Hal tersebut, sangat tidak lazim untuk dijadikan sebagai bahan pembicaraan masyarakat. Karena pada umumnya, masyarakat juga memiliki kekurangan pada masing-masing diri sendiri. Namun, dibalik kekurangan tersebut dapat digali dengan kelebihan diri sendiri, hal tersebut sama seperti remaja disabilitas. Oleh karena itu, apabila mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan maka harus memulai menggali kelebihan diri sendiri melalui cara menetapkan tujuan hidup, membuat daftar untuk mencapai tujuan dengan mencatat di buku biodata atau menempel di dinding kamar, jangan takut mencoba hal yang baru dengan mengikuti kegiatan komunitas, relawan atau volunteer, kepanitiaan, pengurus dan organisasi, serta menghargai diri sendiri dengan mengenali diri lebih dalam.

Kedua permasalahan tersebut tidak pernah hilang dari masyarakat. Oleh karena itu, remaja disabilitas harus mengajak anak muda untuk berkolaborasi melalui kegiatan-kegiatan yang sudah disebutkan. Awal mula mengajak anak muda untuk berkolaborasi adalah dengan memperkenalkan komunitas dan organisasi khusus disabilitas secara luas di kalangan anak muda berusia 14-24 tahun. Yang bertujuan untuk menjadikan dan menyadarkan lingkungan masyarakat agar ramah disabilitas serta memudahkan peningkatan aksesibilitas. Tidak hanya pada satu bidang saja, tetapi berbagai bidang tersebut harus bisa ramah disabilitas. Biasanya anak muda yang bergabung itu banyak yang masih berstatus pelajar, mahasiswa, dosen, dokter, perawat, dan lain-lain. Pada awalnya tidak mengenal anak muda tersebut, tetapi setelah berkenalan bisa bermanfaat untuknya melalui berkomunikasi dan saling bekerja sama.

Sebaliknya, anak muda juga harus mengajak remaja disabilitas untuk berkolaborasi bersama. Hal tersebut bertujuan agar remaja disabilitas dapat berinteraksi dan membiasakan diri dengan anak muda non-disabilitas. Selain itu, berkolaborasi dengan remaja disabilitas dapat meningkatkan kerja sama, saling memberi dan menerima sesuatu, fokus pada dua arah, terjadi penguatan ideologi seperti saling mengerti bagaimana cara bertindak yang baik dan tegas, lebih menghargai dan saling mencintai sesama orang lain maupun budaya masing-masing sehingga dapat menimbulkan ramah disabilitas dan menghargai budaya yang dimiliki oleh masing-masing disabilitas. Cara mengajak remaja disabilitas adalah dengan memperkenalkan komunitas atau organisasi nya sama dengan remaja disabilitas mengajak anak muda melalui mencantumkan persyaratan bahwa disabilitas boleh bergabung dan membagikan di media sosial.

Perlu diketahui bahwa kolaborasi antara remaja disabilitas dengan anak muda dan anak muda dengan remaja disabilitas memiliki manfaat pada kesehatan mental. Secara sederhana, bahwa kesehatan mental dapat dicegah melalui olahraga, aktivitas, interaksi atau diskusi, dan bekerja sama. Pencegahan tersebut dilakukan pada saat mengadakan acara dan keduanya (remaja disabilitas dan anak muda) menjadi panitia untuk melayani bintang tamu. Sehingga bisa disebut sebagai kesibukan yang dapat mendatangkan hal-hal positif untuk diri sendiri, tetapi memiliki kesibukan tidak boleh dilakukan di luar batas kemampuan tubuh. Hal-hal positif yang didapatkan adalah menambah relasi, menambah pengalaman, menambah strategi pembelajaran di acara tertentu, menambah komunikasi antara remaja disabilitas dengan anak muda sehingga dapat dianggap sebagai keluarga dan teman dekat, menambah pembelajaran lain selain yang kita dapatkan di lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga.

Oleh karena itu, remaja disabilitas sebagai agen alami yang bersifat berpindah-pindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Biasanya remaja disabilitas dapat mengikuti lebih dari satu kegiatan tergantung dengan kemampuan diri sendiri. Apabila diri sendiri mampu, maka remaja disabilitas dapat dikatakan aktif di berbagai organisasi dan komunitas. Yang terpenting harus mengatur waktu sebaik mungkin untuk di prioritaskan mana yang penting dan mana yang tidak penting. Selain itu, anak muda harus memberikan kesempatan untuk remaja disabilitas dalam melakukan aktifitas yang sama dengan yang lain. Agen alami bisa dikatakan sebagai peran remaja disabilitas dalam bertindak di lingkungan masyarakat secara wajar (seperti aktivitas orang lain di kehidupan sehari-hari) yang mampu mengubah suatu lingkungan menjadi perubahan yang menginspirasi semua orang. Hal-hal tersebut seperti diri sendiri yang selalu memiliki semangat membara seperti api yang tak pernah redup, dan selalu aktif melakukan sesuatu yang dianggap sebagai olahraga.

Perubahan yang menginspirasi dimulai dari diri sendiri dan tindakan, itulah yang disebut sebagai agen alami yang sering terjadi di kehidupan remaja disabilitas. Sebagai anak muda, harus memotivasi remaja disabilitas dengan pengalaman yang pernah terjadi dan sebaliknya sebagai remaja disabilitas harus memotivasi anak muda dengan tindakan dan perilaku diri sendiri. Sehingga peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai agen alami yang dapat mengubah lingkungan masyarakat menjadi inklusif dan ramah disabilitas. Selain itu, apabila yang bertindak hanya diri sendiri maka akan membutuhkan waktu lama untuk mengubah lingkungan tersebut dan tidak menyenangkan. Dilakukan kolaborasi terhadap remaja disabilitas dengan anak muda dan anak muda dengan remaja disabilitas. Sudah disebutkan bahwa kolaborasi dapat melalui kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Maka, kesimpulannya adalah perubahan yang menginspirasi dapat dibagikan untuk setiap orang yang kurang bersyukur. Dengan menjadi agen alami dapat menggerakkan perubahan yang menginspirasi bahwa diperlukan kolaborasi antara teman non-disabilitas dengan teman disabilitas supaya terdapat pemahaman dan pengertian yang luas. Selain itu, keduanya saling menerima berbagai bentuk keberagaman dan keberbedaan. Keberagaman diantaranya seperti budaya, bahasa, dan bangsa sedangkan keberbedaan diantaranya seperti perbedaan fisik dan mental.

Analisis

Permasalahan di bidang kesehatan yang terjadi pada remaja disabilitas yaitu kurangnya informasi-informasi tentang dunia kesehatan yang dapat menyebabkan diri sendiri tidak sehat dan kurang kesadaran. Masalah tersebut dapat menyebabkan hal-hal yang negatif terjadi pada diri sendiri. Hal-hal yang negatif seperti memiliki emosi yang tidak stabil atau emosional, terlalu sering menggunakan ponsel yang menyebabkan kecanduan sehingga mempengaruhi kesehatan mental, menatap layar ponsel sehari penuh yang dapat menyebabkan kurang tidur dan sakit mata, dan selalu murung ketika berada di luar rumah atau dalam rumah yang akan menyebabkan stress dan frustasi. Oleh karena itu, diperlukan advokasi melalui kolaborasi anak muda dengan remaja disabilitas dan sebaliknya remaja disabilitas dengan anak muda. Advokasi dilakukan di pelayanan kesehatan yang kurang mendukung bagi disabilitas. Sehingga dapat dikatakan agen alami yang dapat mengubah lingkungan menjadi ramah disabilitas dan inklusif.

Permasalahan di bidang sosial yang terjadi pada remaja disabilitas yaitu bahwa selama berinteraksi dengan masyarakat mendapat perlakuan yang tidak lazim atau sangat disayangkan. Perlakuan tersebut berupa dalam bentuk bullying secara fisik maupun psikologis yang dapat menyebabkan depresi, frustasi, dan stress yang termasuk dalam kesehatan mental. Apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan remaja disabilitas bunuh diri dan gila. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran pada remaja disabilitas untuk mengetahui kesehatan mental dan cara pencegahannya. Secara sederhana, pengetahuan tentang kesehatan mental dapat dilakukan dimulai dari diri sendiri dengan memperbanyak kesibukan melalui kolaborasi kegiatan komunitas dan organisasi. Namun, dalam memiliki kesibukan tidak boleh sampai di luar batas kemampuan tubuh. Yang terpenting juga harus meluangkan waktu istirahat ketika diri sendiri merasa lelah dan capek.

Kehidupan masyarakat selalu terdapat disabilitas yang melakukan suatu advokasi ke masyarakat luas melalui kegiatan berkolaborasi. Kolaborasi yaitu perpaduan masyarakat non-disabilitas dan masyarakat disabilitas untuk melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat serta melakukan advokasi bahwa dirinya berhak bergabung dalam kegiatan kolaborasi tersebut yang dilakukan secara dua arah. Kolaborasi bertujuan untuk menambah wawasan tentang masing-masing organisasi dan komunitas, menambah pengalaman setiap mengadakan acara, dan memberikan kesempatan disabilitas untuk berproses serta berpikir kritis. Kolaborasi bisa melalui kegiatan komunitas, volunteer atau relawan, panitia, pengurus, dan berbagai macam organisasi yang ada di sekolah maupun kampus. Namun, dalam pandangan anak muda di sekolah bahwa kolaborasi dengan disabilitas bisa dikatakan tidak mampu melakukan semuanya hanya karena menggunakan alasan disabilitas atau penyakit jasmani dan rohani. Hal itu bisa ditemukan dalam salah satu syarat-syarat untuk memasuki kegiatan yaitu harus sehat jasmani dan rohani yang dapat mendiskriminasi remaja disabilitas. Selain itu juga dikhawatirkan, organisasi yang ada di sekolah akan kurang maju dan tidak sesuai dengan tujuannya. Hal itu disebabkan karena kurang terbukanya pengalaman anak muda tersebut terhadap remaja disabilitas. Padahal remaja disabilitas memerlukan pengalaman dalam berorganisasi untuk berproses dan jika bergabung akan aktif atau kreatif dalam berdiskusi dan berpendapat. Hal itu perlu diadakan advokasi yang bertujuan untuk mendapatkan hak dan menyadarkan sesama anak muda melalui langkah pertama yaitu media seperti media sosial, media massa, media cetak, dan media elektronik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya kolaborasi dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang mendorong adanya kolaborasi dan faktor yang menghambat adanya kolaborasi. Bahwa faktor yang mendorong adanya kolaborasi adalah (1) adanya partisipasi dari remaja untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan secara bersama, (2) adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat, (3) memiliki tujuan dan maksud yang sama, (4) aktif dalam melakukan suatu aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan kolaborasi, (5) saling membantu, saling berbagi informasi dan saling percaya dalam suatu kolaborasi, (6) adanya terobosan baru atau ide yang diciptakan oleh subjek kegiatan kolaborasi, (7) memiliki komitmen untuk mencapai tujuan, (8) dan kebebasan dalam berpendapat dan beraktifitas. Sedangkan faktor yang menghambat adanya kolaborasi adalah bahwa (1) kurangnya partisipasi akan menyebabkan gagalnya dalam membangun tujuan bersama, (2) ketergantungan terhadap acara dan tidak berani mengambil risiko yang belum pernah terjadi, (3) adanya pemimpin yang tidak inovatif, dan (4) perubahan kesepakatan yang telah disetujui.

Kesimpulan

Peran remaja disabilitas sebagai agen alami yang bergerak melalui kolaborasi yang bertujuan untuk menciptakan terobosan baru berupa perubahan yang menginspirasi setiap orang merupakan langkah untuk mewujudkan cita-cita Undang-undang No.8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Kolaborasi dapat dilakukan melalui kegiatan komunitas, volunteer atau relawan, panitia, pengurus, dan berbagai macam organisasi yang ada di sekolah maupun kampus. Yang dapat dikatakan sibuk selama berkegiatan, namun kesibukan tidak boleh melewati di luar batas kemampuan tubuh sehingga tidak mempengaruhi tindakan emosional. Kolaborasi ini melibatkan anak muda dan remaja disabilitas yang masih berusia 14-24 tahun, rata-rata masih berstatus pelajar, mahasiswa, dosen, dokter, dan perawat. Adanya kolaborasi ini bermanfaat bagi kesehatan mental yang dapat dicegah dengan sederhana melalui olahraga, aktivitas, interaksi atau diskusi, berpikir positif dan kerja sama. Dalam kolaborasi memiliki faktor yang mendorong adanya kolaborasi dan faktor yang menghambat adanya kolaborasi yang dapat diketahui oleh semua orang yang mengikuti kegiatan. Pada akhirnya peran anak muda dan disabilitas sebagai agen alami akan menjadi inspirator di lingkungan masyarakat untuk membuat perubahan menjadi menginspirasi melalui gerakan kolaborasi.

Saran

Kolaborasi anak muda dan remaja disabilitas dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu dan periode, tetapi tidak dibatasi. Pelaksanaan tergantung dengan kesepakatan anak muda dan remaja disabilitas dalam mengadakan acara. Penyusunan acara harus dilaksanakan sebelum hari acara tersebut tiba. Apabila dalam kolaborasi, remaja disabilitas memiliki hambatan maka sebagai anak muda harus saling membantu dan saling memahami karena kolaborasi fokus pada dua arah (lebih dari satu kegiatan) yang memiliki banyak tujuan. Dengan adanya gerakan kolaborasi, diharapkan lingkungan masyarakat menjadi ramah disabilitas dan inklusif. Serta semakin banyak kolaborasi anak muda dan remaja disabilitas di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama-sama. Sehingga dapat di contoh oleh orang lain yang akan mengadakan kegiatan-kegiatan tersebut.

Referensi

Indonesia, R. (2016). Undang-undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Jakarta: Sekretariat Negara.

Armiati, S., & Sastramihardja, H. S. (2007). Collaborative Learning Framework. Jurnal Fakultas Hukum UII.

Ditulis oleh Rifka Dyah Safitri

Lomba Esai Semarang Youth Town Hall 2019

Disunting oleh Nur Wulan Nugrahani

Leave A Comment