Pemuda Bhinneka dalam Tujuan yang Sama

Photo by Dio Hasbi Saniskoro from Pexels

Sifat kedaerahan memang tidak pernah lepas dari genggaman setiap masyarakat khususnya bangsa Indonesia. Sering sekali mendengar kata “pemuda” yang dikenal dengan sapaan “anak baru keluar”, “ anak bau kencur”, dan sebagainya. Pemuda kerap kali dianggap belum memiliki pemikiran yang matang dan masih suka bermain main baik tutur kata, perbuatan, dan tingkah laku. Namun bukan begitu sebenarnya makna arti kata pemuda. Princeton mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webster’s-nya sebagai “the time of life between childhood and maturity, early maturity, the state of being young or immature or inexperienced, the freshness and vitality characteristic of a young person”.

Jadi, pemuda ialah individu yang berusia produktif dimana memiliki karakter khas yang optimis, berpikiran maju, revolusioner, dan mempunyai moralitas. Dalam suatu bangsa, pemuda inilah yang menjadi generasi emas dan generasi yang melanjutkan cita-cita pahlawan dan nenek moyang kita, dalam keanekaragaman yang ada.

Mengingat keanekaragaman perlu diketahui, bangsa kita adalah bangsa yang beragam dari Sabang sampai Merauke. Didominasi oleh banyaknya kaum pemuda dan semboyan serta kalimat pemersatu bangsa yang dipesankan untuk para generasi selanjutnya, ialah pemuda. Seperti Bhinneka Tunggal Ika dan Sumpah Pemuda untuk semangat pemersatu bangsa serta bagi pemuda dalam keanekaragaman. Perlu diingat “Bhinneka Tunggal Ika” adalah motto semboyan bangsa kita yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Merupakan frasa yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu” serta “Sumpah Pemuda” ialah sebuah ikrar yang dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.

Disinilah yang menjadi renungan kita dan pengingat bahwa generasi pemuda adalah generasi leader, agent of change, and unifying. Sesuai judul, yakni keberagaman pemuda dalam tujuan yang sama mengangkat bahwa keberagaman pasti ada sebuah identitas di dalamnya yang mengisi dan mewarnainya. Pemuda pun juga demikian, memiliki keanekaragaman identitas didalamnya yang melekat dalam pribadi nya tersebut. Tidak dipungkiri kembali setiap identitas yang ada pasti ada hak-hak yang harus didapatkan untuk memenuhi dan menjaga identitas tersebut. Pastinya hak dan tujuan yang sama.

Pemuda yang dikaitkan dengan remaja yang dimana awal sebuah perubahan yang terjadi baik secara internal maupun eksternal yang menyangkut identitasnya. Pemuda ini beragam. Dalam keberagamannya pasti ada sebuah perbedaan. Namun, perbedaan ini adalah peluang untuk membangun sesuatu hal yang baru, dan sebagai ajang untuk mengerti dan menerapkan toleransi. Dimana perbedaan yang ada seperti etnis, ras, suku, kultur, warna kulit, bahasa, kekurangan serta kelebihan bukan menjadi hal yang sempit atau pun hal yang menghambat, disinilah peluang dan kesempatan yang menjadi kelebihan kita yakni dilihat untuk sisi pemuda atau juga bisa disebut remaja.

Untuk menangkal sebuah paham tentang bahwa perbedaan adalah hal yang sempit adalah dengan menanamkan kembali nilai dan mendefinisikan arti Sumpah Pemuda dan makna Bhinneka Tunggal Ika. Memberikan pengertian akan hak dan kewajiban untuk pemuda demi mewujudkan cita-cita yang diinginkan. Dalam keberagaman perlunya sikap toleransi harus digarisbawahi. Penting juga untuk pemuda menerapkan sikap simpati dan empati toleransi dimana tindakan sikap intoleran masih terdapat dalam lingkungan sekitar kita. Seperti bullying yang masih kerap terjadi padahal perlu kita ketahui kita sendiri memiliki keanekaragaman identitas yang berbeda. Namun ada satu tujuan kita yakni seperti yang tertuang pada semboyan-semboyan bangsa kita.

Lalu apa sih “bullying” itu?

Dulunya istilah bullying pertama kali dikenal dengan sebutan “mobbing” pada era akhir 1960-an dan awal 1970-an oleh Heinemman. Istilah tersebut diganti menjadi bullying demi mengikuti perkembangan zaman seperti pada saat ini. Ahli mengatakan “bullying” adalah suatu agresi atau perilaku agresif dimana seseorang atau kelompok memberikan perlakuan agresif baik perkataan maupun perbuatan dengan bertujuan untuk melukai, menyakiti, menindas dalam ranah verbal maupun non verbal yang membuat korbannya merasa terluka dan tidak nyaman.

Nah, sekarang ini dalam keberagaman kita perlu diketahui dalam catatan kasus KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) kasus remaja atau pemuda pelaku yang paling banyak terjadi. Dari 161 kasus, 41 kasus di antaranya adalah kasus anak atau remaja pelaku dan korban kekerasan serta bullying. Padahal, dampak bullying ini mempengaruhi dalam segala aspek tumbuh kembang dan pola pikir pemuda sang benih emas bangsa.

Sikap intoleran seperti bullying inilah di dalam keberagaman identitas ini terjadi umumnya lantaran dengan alasan “remaja merupakan masa pencarian jati diri”. Terkadang hal tersebut tak disikapi secara baik dan positif sehingga para pemuda yang bisa dibilang sebagai remaja ini menyebabkan menjadi korban atau pelaku bullying. Padahal, masa pemuda atau masa remaja adalah periode penting dan mengesankan bagi remaja yang akan beranjak dewasa. Masa menemukan dan membangun jati diri dengan tindakan yang lebih positif dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari seperti yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, ruang lingkup bermain, dan ketertarikan dalam menggapai prestasi.

Bagi kita yang pernah atau sedang mengalami fase remaja atau titik kita menjadi pemuda atau pemudi pasti telah mengalami masa dimana kita menjadi pelaku atau korban bullying yang alasannya karena “kita berbeda”. Hanya karena perbedaan fisik, perbedaan gender, serta perbedaan setiap kultur tradisional yang ada menjadi alasan bullying ini terjadi. Perempuan dan laki laki adalah sama. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam sebuah gender. Kultur kita berbeda namun kita pada satu tempat yang sama yakni Indonesia yang menjadikan kita adalah satu dan perlunya disadari bahwa bullying dalam keberagaman identitas kita tidak seharusnya terjadi. Dalam kehidupan keremajaan atau pemuda toleransi dalam keberagaman kita mulai terancam. Seperti yang diutarakan awal tadi salah satunya tindakan sikap bullying.

Ada sebuah studi kasus seperti yang dialami seperti saudara kita setumpah dan setanah air dimana kerap kali mendapatkan tindakan bullying. Seperti yang tadi dituliskan di awal bahwa hanya lantaran perbedaan fisik yang terjadi. Atau dalam kaum mayoritas yang melakukan tindakan tidak mengenakan itu kepada kaum minoritas.

Dalam keberagaman identitas perlunya “Kamu aku ini siapa? Kita kan!”. Tidak ada kata “aku” atau “kamu”. Tanamkan kata “kita” dalam lubuk hati. Jika salah satu organ disakiti, maka organ lain merasa sakit juga, begitu filosofinya. Banyak sekali keanekaragaman yang terdapat dalam bangsa dan juga seisinya. Pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang” begitu katanya. Banyak yang mempercayai nya dan memegang kalimat tersebut. Artinya adalah jika kita menyayangi sesuatu maka titik awalnya kita harus mengenalnya. Sesuatu yang bisa dihubungkan dengan keanekaragaman yang ada di bangsa ini dengan kebhinekaannya.

Untuk mencintai dan menyayangi bangsa ini khususnya dalam dari dalam diri para pemuda adalah dengan mengenali dan mengetahui pada bangsanya. Pemuda yang memiliki jatidiri, pastinya mengenali akan keanekaragaman nya. Apabila sudah mengenalinya maka pemuda bisa menyayangi bangsanya dan juga tidak terdapat lagi tindakan sikap bullying.

Di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan dimana pun dapat menjadi sebuah cara atau media untuk mengenali dan menyayangi bangsa demi menghargai dan menghormati keanekaragaman. Seperti halnya di sekolah khususnya yang dialami oleh para pemuda dan pemudi adalah dimana dalam satu wadah tempat terdapat perbedaan yang mencolok seperti ras, suku, bahasa daerah, agama, dan sebagainya. Bahasa daerah satu dengan bahasa daerah lainnya tidak saling menjatuhkan atau saling mengunggulkan bahasanya masing-masing namun para pemuda menghargainya dan tetap memakai bahasa pemersatu bangsa yakni Bahasa Indonesia.

Di dalam kehidupan masyarakat, banyak sekali ras dan suku dari mana mereka berasal pun berbeda-beda. Adat dan tradisi yang berbeda beda dari mereka berada. Namun, mereka menempati satu wilayah yang sama, mereka tetap melakukan dan menghargai adat dan tradisi itu berada. Seperti kata pepatah “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”.

Setelah bullying apalagi yang menghambat dalam pemersatu keberagaman ini? Dalam era globalisasi milenial ini, masalah keberagaman yang berhubungan dengan remaja amatlah konkret. Seperti:

1. Kurang kepastian yang dialami generasi pemuda pada masa depan yang diharapkannya.

2. Turunnya rasa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme pada generasi pemuda.

3. Masih banyaknya perkawinan anak di bawah umur, terutama pemuda di daerah pedesaan yang dimana mereka minim akan informasi.

4. Sikap apatis dimana cenderung mengacuhkan atau tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan

positif di masyarakat.

Yang perlu dipahami bahwa pemuda ini memiliki potensi yang perlu di kembangkan seperti:

1. Kemampuan menguasai IPTEK.

2. Sifat kemandirian, disiplin, dan peduli.

3. Serta bertanggung jawab.

Lantas bagaimana agar pemuda dapat bersatu dalam keanekaragaman dan kekurangan serta mengisi bahkan menjadi leader demi masa depan yang baik? Pemuda ini perlu mengerti bahwa kita ini beragam dan kita harus bersatu agar tidak terpecah belah dan pemuda ini sadar bahawa “kita ini kawan, bukan lawan. Ingat! Satu organ sakit, organ lain ikut merasakannya. Apabila ada yang lain jatuh, kita bukan mencemoohnya bahkan meninggalkannya. Melainkan menjadi penuntun dan pemimpin untuk ia bangkit”.

Pemuda juga perlu kesadaran akan semangat patriotisme dan nasionalisme demi mewujudkan tujuan yang sama. Apa sih tujuan pemuda? Tujuan pemuda ialah mendapat hak dan kewajiban yang setara dan sama, dapat mewujudkan apa impiannya, menjadi penerus para cita-cita pahlawan, dan generasi emas bangsa.

Lalu apa selanjutnya?

Ingatkah pada tanggal 17 Agustus? Dimana itu adalah Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu adalah contoh nyata yang remaja atau pemuda-pemudi ini ikut mewarnai dan memeriahkan serta merayakan hari jadi bangsa kita. Bukan hanya para pemuda melainkan semua orang, warga masyarakat yang menjadi warga negara Bangsa Indonesia. Dalam sebuah perbedaan Sabang sampai Merauke, melihat detik-detik waktu ini amatlah guyub dan rukun sekali. Semua terlihat bahagia dan menerapkan toleransi tanpa adanya tindakan bullying.

Kesempatan inilah yang menjadi ajang untuk pemuda dalam sikap semangat kebhinekaan. Dengan menjadi paskibra untuk mengibarkan bendera Merah Putih tercinta. Bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan menundukkan sejenak kepala kita untuk mengheningkan cipta sebagai wujud menghargai dan mendoakan jasa para pahlawan yang gugur mendahului kita. Dalam hal tersebut tidak ada juga kesenjangan gender dan kasta. Semua sama dan semua berada. Pemuda dan pemudi sama dan setara dapat mengibarkan bendera. Dapat menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengheningkan cipta. Kaum perempuan sang pemudi tidak lagi berada di rumah hanya sekadar dalam istilah tradisionalnya “macak, masak, manak” yang artinya perempuan hanyalah tinggal di rumah, hidup bersama keluarga untuk memasak, bersolek, dan meneruskan garis keturunan. Kini keberagaman mulai diterapkan. Pemuda dan pemudi sama. Ingat kembali, siapa tokoh perempuan yang menyerukan bahwa perempuan berhak setara dengan kaum laki-laki?

Ya, benar ialah Raden Adjeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879. Dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi pada masanya. Perempuan kini tidak lagi hanya memasak dan bersolek saja, tidak bisa membaca atau pun menulis. Kini perempuan juga memiliki hak yang sama, bisa bersekolah, bekerja dan membaca serta menulis.

Ada lagi Sutomo atau yang akrab dikenal oleh rakyat sebagai Bung Tomo. Lahir 3 Oktober 1981 yang terkenal karena peranannya dan semangatnya yang diberikan dalam membangkitkan jiwa-jiwa kobaran rakyat untuk melawan penjajah. Kalimat kalimat semangatnya menyemangati para pemuda tak pernah luput untuk dilupa dan akan menjadi semangat para pemuda untuk merdeka hingga sekarang. Melihat gambaran dari dua tokoh tersebut pastinya akan tumbuh rasa toleransi dan semangat kepemudaan.

Pemuda yang menjadi leader, agent of change, and unifying.

Leader pemersatu bangsa dalam keanekaragaman yang berbeda, agent of change seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi “be the change you wish to see in the world” dimana kita jangan sesekali mengandalkan orang lain untuk melakukan perbaikan atau perubahan, tetapi kita harus mau turut tangan untuk melakukan perbaikan yang kita inginkan, dan unifying pemuda sebagai generasi selanjutnya yang meneruskan cita-cita para pahlawan dan nenek moyang bangsa dengan satu tujuan yang sama.

Ditulis oleh Fibiya Harnung Diastuti (SMA Negeri 8 Semarang)

Lomba Esai Semarang Youth Town Hall 2019

DIsunting oleh Nur Wulan Nugrahani

Leave A Comment