Remaja Ngobrolin Daddy Issues

Holla, Sahabat PILAR! Masih inget soal daddy issues? Belakangan, istilah ‘daddy issues’ sering berseliweran di media sosial. Mayoritas mengaitkannya dengan fenomena ketertarikan seorang perempuan kepada lelaki yang jauh lebih tua, atau bahkan duda (sugar daddy). Benarkah demikian?

Pada dasarnya, daddy issues merupakan gangguan yang terjadi akibat pola asuh anak—laki-laki maupun perempuan yang gagal mendapatkan rasa aman dan nyaman dari figur seorang ayah.

Namun, pada praktiknya, istilah daddy issues sering disalahartikan dan disalahgunakan sebagai label bagi perempuan yang menyukai pria lebih tua, tidak ada (atau minim) ketertarikan terhadap aktivitas seks, perempuan yang bersedia—atau bahkan menikmati—kekerasan dalam hubungan seksual. Pembahasan hanya seputar seksual dan perempuan. Padahal, daddy issues juga dapat terjadi pada lelaki.

            Istilah daddy issues sendiri bukan istilah resmi dalam dunia medis maupun psikologi dan belum diakui sebagai gangguan mental dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V). Dikutip dari Healthline, istilah daddy issues berasal dari pemikiran Freud mengenai Oedipus Complex, yaitu ketertarikan seorang anak kepada orang tua lawan jenis (anak perempuan dengan ayah; anak lelaki dengan ibu). Orang yang punya daddy issues ini mengalami kekurangan dalam porsi kehadiran orangtua saat mereka masih kecil, kekecewaan dan kesepian tersebut terpendam dalam ruang bawah sadar dan lahir dalam wujud ketakutan, kecemasan, dan keraguan.

Dilansir dari kompas.com, ciri-ciri seseorang yang memiliki daddy issues dapat ditandai: mudah cemas saat sendiri, butuh banyak hiburan atau diyakinkan bahwa hubungannya baik-baik saja, berpikir negatif bahwa hubungannya akan gagal, rasa percaya diri rendah, over protective, serta tidak dapat hidup sendirian. Eiittss, tapi nggak semua yang terlihat dengan tanda tersebut mengalami daddy issues ya, jangan terburu-buru mendiagnosis. Okey?

Kenapa Remaja Harus Tahu?

Mayoritas remaja pernah mengalami setidaknya satu pengalaman buruk selama masa kanak-kanak, sebagian besar dalam bentuk pengabaian seperti perasaan tidak dicintai dan kekerasan verbal dari orang tua atau orang dewasa (GEAS, 2019: 68). Kenangan buruk, udah pengen dilupain, lalu tiba-tiba ada orang lain yang ngomong seenaknya dan nyenggol masa lalu itu, apa tidak sedih? Nah, tahu soal daddy issues ini sebagai langkah awal remaja untuk bisa saling memahami antar remaja dan menggeser pemahaman yang salah seperti yang sudah disebutkan di awal.

Bagaimana Daddy Issues Terjadi?

Dirangkum dari Ratele, K. et al. (2012), daddy issues dapat terjadi karena:

  • Fakta bahwa pria menghadapi kematian dini lebih tinggi dibanding perempuan
  • Pengangguran, kemiskinan, ketimpangan pendapatan
  • Kekuasaan gender, toxic relationship, ideologi maskulinitas (lelaki hanya wajib mencari nafkah)
  • Penelantaran
  • Kealpaan sosok ayah (perceraian, kematian, merantau, dll)
  • Ayah yang kasar; sering berteriak dan kekerasan
  • Seorang ayah biologis belum tentu mampu menjadi ayah secara psikis dan sosial (panutan, support system)
  • Daddy Issues pada anak laki-laki dapat terjadi karena anak tidak memiliki tempat berbagi dan tokoh panutan sebagai sesama lelaki.

Seberapa Kompleks dan Serius?

            Studi menunjukkan pentingnya keterlibatan ayah untuk masa kanak-kanak dan dewasa yang positif, hasil sosial, psikologis, psikiatri dan perilaku dibandingkan dengan anak-anak dalam keluarga orang tua tunggal dengan ayah yang tidak hadir. (Ratele, K. et al.: 2012)

Dikutip dari Healthline, psikoterapis Amy Rollo menyatakan bahwa seseorang yang tidak mendapatkan figur ayah dalam hidupnya, menyebabkan ia merasa tidak aman dan cemas terhadap hubungannya ketika dewasa. Sementara itu, psikolog klinis Barbara Greenberg mengemukakan bahwa perlakuan suami kepada istri berpengaruh pada hidup anaknya.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), hubungan orang tua-anak yang buruk berkemungkinan besar melakukan kekerasan seksual. Selain itu, daddy issues dapat menyebabkan:

  • mendambakan kedekatan (hubungan), tetapi cemas dan merasa tidak aman dengan pasangan
  • kesulitan mempercayai orang lain dan takut terluka
  • tidak yakin dengan kedekatan dan menghindari perasaan yang kompleks

Apa yang Bisa Dilakukan?

  1. Mengambil pelajaran dari hubungan pribadi maupun orang lain dan diterapkan dalam hubungan Anda yang lebih sehat.
  2. Konsultasi dengan konselor atau terapis.
  3. Tidak mengulangi kesalahan orang tua dalam kehidupan berpasangan kita kelak.

Sumber :

  1. Ratele, K. et al. (2012). Talking South African Fathers: a Critical Examination of Men’s Constructions and Experiences of Fatherhood and Fatherlessness. SOUTH AFRICAN JOURNAL OF PSYCHOLOGY, 42 (4): 553-563.
    1. Healthline  (2020). Yes, ‘Daddy Issues’ Are a Real Thing- Here’s How to Deal. https://www.healthline.com/health/what-are-daddy-issues .
    1. Lifestyle Kompas (2020). “Daddy Issue”, Mengenali Ciri dan Mengatasinya. https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/21/173309520/daddy-issue-mengenali-ciri-dan-mengatasinya?page=all
    1. UGM Center for Reproductive Health (2020) Kesehatan Remaja Awal di Kota Semarang: Temuan dari GEAS-Indonesia. Yogyakarta.

Penulis : Rizkiyana Maghfiroh

Editor : Syifa Ayyada Jannati

Leave A Comment