Di Indonesia, jumlah kasus kekerasan terus meningkat dari tahun ketahun. KOMNAS Perempuan dalam laporannya “Menguak Data Jumlah Kekerasan Perempuan Tahun ke Tahun”. KOMNAS Perempuan mencatat prevalensi perkembangan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan mulai tahun 2014 dengan jumlah kasus yang tercatat sebanyak 4.475 kasus, 2015 dengan kenaikan jumlah kasus menjadi 6.499, dan terakhir catatan kasus pada tahun 2017 dengan 2.979 kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam hubungan rumah tangga dan 2.670 kasus yang terjadi di lingkungan di luar dari hubungan dalam rumah tangga.
Kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam hal pacaran dapat mencakup kekerasan fisik, seksual, penyalahgunaan keuangan atau ekonomi, emosional secara psikologis, dan digital melalui internet yang terjadi secara berkelanjutan dengan waktu yang lama guna membangun kekuatan ,kontrol, dan kuasa dalam suatu hubungan pacaran. Yang paling sering terjadi pada kekerasan dalam pacaran secara khusus berupa kekerasan fisik. Kekerasan fisik merupakan tindakan apa saja yang mencakup serangan fisik secara sengaja yang mampu memunculkan suatu bahaya atau kerugian yang pasti bagi korban seperti memukul, menendang, menampar, dan mencekik.
Dari berbagai jenis kekerasan dalam pacaran memiliki dampak yang sangat berpengaruh bagi para korban, lho. Dampak tersebut dapat berupa luka psikologis, fisik, hingga kematian. Dampak psikologis yang ditunjukkan korban adalah gejala-gejala depresi, antara lain menjadi rendah diri, merasa sedih, bingung, malu, cemas, rasa bersalah, tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, kehilangan nafsu makan, hingga keinginan dan usaha untuk bunuh diri. Banyak korban yang tidak melaporkan kekerasan dalam pacaran yang dialaminya dan beberapa masih bertahan menjalin hubungannya dengan pasangan dengan berbagai alasan. Mengingat sulitnya korban untuk menceritakan dan terlebih tidak menyadari sebagai korban tindakan kekerasan karena terlalu saying, maka bila hal ini terus berlanjut dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan tubuh dan juga kesehatan mental seseorang.
Nah, depresi lebih banyak terjadi pada perempuan pada usia muda karena pada saat itu berada pada masa kematangan seksual, dimana hormon estrogen, progesteron dan testosteron mengalami perubahan setiap minggu mengikuti siklus haid. Hormon tersebut akan sangat mempengaruhi tindakan yang ingin dilakukan otak. Hal ini akan secara cepat mempengaruhi gejala-gejala terutama yang berkaitan dengan suasana hati dan mempengaruhi emosi. Perempuan menjadi lebih peka dan sensitif terhadap persetujuan, ketidaksetujuan, tekanan, penerimaan, serta penolakan.
Jenis kekerasan dalam pacaran yang memiliki proporsi paling sering serta berhubungan dengan semakin beratnya gejala depresi yang dialami responden adalah kekerasan verbal emosional dan kekerasan relasi yang mana berhubungan dengan kekerasan dalam pacaran dan depresi pada remaja. Kekerasan dalam pacaran memiliki hubungan terhadap gejala depresi, hal ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran yang dialami remaja memiliki dampak terhadap gangguan mental depresif, hal ini akan lebih berbahaya jika akibatnya termanifestasi hingga remaja telah dewasa.
Penulis: Salsa Asri Sofia, Mahasiswa Universitas Ngudi Waluyo
Editor: Nikita Azalea, Relawan PILAR PKBI Jawa Tengah
Sumber :
Ike, Dwiastutiti (2015) Kecenderungan depresi individu yang mengalami kekerasan dalam pacaran. http://journal.umg.ac.id/index.php/psikosains/article/view/231
Nur, Hidayah Astriani (2021) Dampak psikologi pada perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/41894
Ni’mah Rahmawati Nurislami, Rachmat Hargono (2014) Kekerasan dalam pacaran dan gejala depresi pada remaja. download-fullpapers-jupromkes8ac50a2c93full.pdf